Selasa, 23 Juni 2020

Due Process Of Law Terhadap Kejahatan Korporasi Generasi Revolusi Industrial 4.0 ( Analisis Terhadap Ruang Lingkup dan Dampak Bagi Perkembangan Kualitas Masyarakat )

                                                                                                                                        ® Yosef L A

Due Process Of Law Terhadap Kejahatan Korporasi Generasi Revolusi Industrial 4.0
( Analisis Terhadap Ruang Lingkup dan Dampak Bagi Perkembangan Kualitas Masyarakat )
Oleh : Yosef Lambert Anna, SH.,M.Hum

Contact Person : 082 247 589 857
Kupang, 13 Mei 2019 (Update at Surabaya, 29 Mei 2020)

Absatraksi
Law Enforcement dalam mewujudkan Equality Before The Law adalah cita dan tujuan yang mempelopori lahirnya jiwa korsa para Profesional ( Akademisi, Hakim, Jaksa, Polisi, Advokat, dan praktisi lainnya) terlebih diamata hukum. Apabila kita melihat gambaran dewi themis, menunjukan bahwa melihat keadilan sejatinya dapat berkaca pada mata batin, namun disini penulis tidak berbicara atau meneliti spiritual quotient (SQ), melainkan tentang hukum dalam nyata situasi a quo diawal paragraf ini, yaitu seperti kejahatan korporasi dengan melakukan peninjauan atau kajian langsung terhadap beberapa literasi tentang apakah korporasi dapat dikatakan sebagai subyek hukum apabila korporasi berada pada situasi yang salah.
Perlu memahami terlebih dahulu secara gramatikal apakah itu Corporate Crime, Crime Against Corporate, Crime For Corporate ? berdasarkan term makna dari ketiga frasa tersebut dapatlah diketahui bahwa korporasi merupakan Badan Hukum atau  Legal Body yang dapat diamati dari ketentuan 1653 KUHPerdata Selain perseroan perdata sejati, perhimpunan orang-orang sebagai badan hukum juga diakui undang-undang, entah badan hukum itu diadakan oleh kekuasaan umum atau diakuinya sebagai demikian, entah pula badan hukum itu diterima sebagai yang diperkenankan atau telah didirikan untuk suatu maksud tertentu yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang atau kesusilaan”, terlebih mengenai “perikatan” yang terus disebutkan dalam setiap klausul ketentuan  tersebut sebagai contohnya.
Untuk diingat bahwa Hukum Privat dalam arti yang sempit hanya mengatur tentang Hukum Dagan saja, maka penulis mencoba menyelami pemahaman Generasi Revolusi Industrial 4.0 hanya pada lingkup perdagangan atau trade saja, disamping itu penulis mencoba memperluas cakupan ruang lingkup di sektor bisnis, karena dewasa ini seperti misalnya virtuality merupakan salah satu “kemajuan sosial” yang tentu saja akan menciptakan ketergantungan atau candu aplikatif bagi kalangan masyarakat dan tentu saja akan tercover dalam jejak digital (Pesan Badan Sandi Siber Negara) .
Generasi Revolusi Industri 4.0 diilustrasikan “Man Behind The Gun” atau “Dude Behind The Machine”, manusia digantikan perannya oleh mesin dengan sistem yang mencapai meta data yaitu yang sangat luas cakupannya, dimana informasi terstruktur yang mendeskripsikan, menjelaskan, menemukan, atau setidaknya menjadikan suatu infromasi mudah untuk ditemukan kembali, digunakan, atau dekelola ( meta data sering juga disebut “data tentang data” atau “Informasi tentang Informasi” ).
Dekan Fakultas Hukum Unmer Malang (2020) dalam bukunya melihat bahwa masalah pemidanaan korporasi merupakan salah satu alasan untuk menanggulangi masalah sosial demi mencapai tujuan, yaitu Welfarestate. Pengguanaan penggunaan sanksi yang berupa pidana terhadap kejahatan korporasi yang penuh motif dan bersifat ekonomis harus dipertimbangkan  benar urgensinya. Disini patut dipertimbangkan pula bahwa sanksi pidana (sebagaimana delik dalam KUHP Buku II Kejahatan dan Buku III Pelanggaran) akan menemui kegagalan dan kesulitan pemberlakuannya. Bahkan apabila terlalu banyak menggunakan ancaman pidana dapat mengakibatkan devaluasi dari Undang – Undang Hukum Pidana No. 8 Tahun 1981 ( sejak itu hingga saat ini tercatat pengujuan terhadap Undang – Undang ini di Mahkamah Konstitusi sebanyak 68 kali dan sebanyak 12 kali pokok pengujian materi dikabulkan dan dibatalkan sebagian ).
Comparative theory atau teori perbandingan adalah metode dasar dalam melakukan penelitian yang bersifat mandiri ini. Untuk diketahui bahwa dalam sanksi pidana dibuat sistem dua jalur ( double track system ) yaitu penjara dan tambahan, seperti misalnya penutupan seluruhnya atau sebagian, perampasan barang – barang untuk dikuasai negara, penempatan korporasi dibawah pengampuan atau pengawasan, dan kewajiaban membayar uang jaminan.

Kata Kunci : Due Process of Law, Kejahatan Korporasi, Revolusi Industri 4.0

A.    Pendahuluan
I.     Latar Belakang
           
Berbicara mengenai pembahasan yang akan dilatarbelakangi oleh kepedulian dalam penerapan Law Enforcement yang dikarenakan bukan oleh profesi penulis untuk menyuluhkan hukum secara mandiri saja tetapi perhatian dan kepedulian terstruktur lewat mind maping untuk konservasi atau pelestarian  sistem hukum sehingga tidak hanya menjadi macan kertas yang tebal.
Due Process Of Law artian kini sangat populer karena ”Rule Of Law” yang menjamah untuk membentengi seluruh lapisan kehidupan. Sama artinya dengan pendekatan pada letak pertama konstitusi negara Republik Indonesia tersebutkan dalam Bab I mengenai bentuk negara, pasal 1 ayat (1) yaitu negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. Sesuai petitum yang sifatnya hierarkis tertinggi (supreme) ini kita mengenal bahwa dimensi kehidupan dalam suatu negara yang saling beriringan perlu untuk diawasi dengan model sistem penyaringan (filter system mode) agar goal dari negara yang sejahtera tanpa adanya cela kejahatan maupun pelanggaran yang berdampak universal.
Ilustrasi awal tentang perspektif Corporate Crime, kejahatan korporasi dipertanyakan pada aspek fungsionalnya (fuctionel dederschap) yaitu karena kejahatan dari para pihak yang berada di dalam korporasi tersebut, seperti misalnya seseorang yang berada pada divisi – divisi strategis di dalam perusahaan sedang melakukan kegiatan rutin kemudian terjadi maladministrasi yang terindikasi kedalam delik pemidanaan, tentu akan berakibat pada sistem perusahaan yang sedang dijalankan , apakah berdampak pada dewan direksi ataukah seperti misalnya terhadap jalannya rapat umum pemegang saham, ataukah terhadap keputusan Chief Execitive Officer (CEO), Head Office, General Manager (GM). Peran ini tentu saja mempunyai impact penting apalagi bila seperti tugas divisi legal, apabila suatu perusahaan yang tidak mengindahkan Hinder Ordonantie / Private Business Office terhadap pembangunan suatu gedung utama yang berdampak pada lingkungan sekitar, dan tentunya akan dikenakan pidana sebagaimana delik commisionis / ommisionis yang termuat dalam KUHP (misal Kejahatan terhadap ketertiban Umum).
Ilustrasi kedua yaitu mengenai Crime Against Corporate, dalam praktek nyata kejahatan menentang korporasi atau berhadapan untuk melawan korporasi adalah hal sering juga terjadi, dapat dicontohi disini seperti misalnya di Indonesia aksi aliansi konsumen terjadi sehubungan dengan kasus pencemaran lingkungan, misalnya, 15 LSM sepakat melakukan pemblokiran produk – produk 7 perusahaan di Semarang , yaitu : 1. PT. Semarang Diamond Cheical , pabrik senyawa kimia kalsium nitrat., 2. PT. Kemas Tegus Indah Sakti, Produsan Karton Pembungkus., 3. PT. Mekar Dewa Waksa, Pendingin udang ekspor., 4. PT. Sukasari, produsen sabun merek piring lombok., 5. PT. Bukit Perak, pabrik sabun asepso, Johnson., 6. PT. Agung Perdana Indah Sakti, pabrik tekstil, batik, dan finishing., dan 7. PT. Apolo, pabrik perajutan. Gagasan boikot itu merupakan jawaban atas anjuran Meneg KLH Emil Salim saat itu untuk melancarkan green consumers, yang bermaksud agar secara etis pengusaha bertanggungjawab atas kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh proses produksi selain itu agar para produsen memenuhi ketentuan standar  upah yang diberikan kepada pekerja, namun apakah memenuhi syarat penuntutan yang seharusnya karena sering kali terjadi pemboncengan kepentingan, tanpa memperhatikan prinsip kehati – hatian  sebelumnya. Dilain pihak juga seperti misalnya informasi  terbitan News.com bahwa WALHI dan JPK OFM melaporkan PT. Inti Daya Kencana ke Direktorat Reskrim Khusus Polda NTT terkait tindak pidana pencemaran lingkungan. Dan untuk melihat apakah ada niatan kejahatan yang mengawali kegiatan penuntutan yang dilakukan oleh kedua lembaga ini dimana bukan dari visi dan misinya masing - masing, tinggal menlihat kekutan pembuktian sebagai delik aduan yang telah mereka adukan kepada pihak kepolisian. Ini merupakan salah satu contohnya dan dapat menyertakan contoh lain yang dapat dipersamakan, tinggal selanjutnya bagaimana kemampuan untuk mengamati dan menelusuri secara ilmiah agar memiliki legitimasi dan sejujurnya tanpa tendensi apapun “aku adalah apa yang kamu pikirkan”. Melanjutkan ilustrasi kedua tentang perbuatan yang bertentangan  (kejahatan) terhadap korporasi seperti pada kasus terjadi terhadap korporasi Goolgle, Corp., Facebook, Corp., Blogger yang melalui pengguanaan anonim account dan tanpa hak menyerang korporasi tersebut atau manusia di dalam korporasi tersebut dengan tujuan yang dilatarbelakangi oleh sifat yang uncountable atau unpredictable terhadap dirinya atau golongannya (Syndicate). Berkembang dari contoh kasus yang masuk kategori cyber crime yang kini menjadi ancaman terhadap negarapun akhirnya mendapat perhatian khusus oleh divisi contra cyber  dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Contoh lainnya, perusahaan percetakan uang palsu yang tentu saja akan bertentangan dengan badan hukum resminya yaitu Bank Indonesia sebagai badan hukum publik, otoritas Jasa Keuangan, Perum Peruri, terlebih Kementerian Keuangan yang dibentuk dengan tujuan sebagai otoritas pengaturan perbankan dan keuangan nasional dengan sistem terintegritas antara lembaga atau badan ayang satu dengan badan yang lainnya. Ada juga pola kegiatan lain seperti spionase (Spyware) yang dilakukan bukan oleh badan berwenang berdasarkan prinsip hak monopoli dari negara untuk menciptakan tertib hukum. Hal ini merupakan salah satu delik pidana baru dalam sistem hukum di Indonesia.
Pengertian korporasi dalam hukum pidana positif kita lebih luas dari pengertian badan hukum atau legal body hal ini dikarenakan pengertian subyek hukum itu pada pokoknya adalah manusia dan segala sesuatu yang berdasarkan tuntutan kebutuhan masyarakat, yang oleh hukum diakui sebagai pendukung hak dan kewajiban. Pengertian yang kedua inilah yang dinamakan badan hukum.
Berikutnya ilustrasi ketiga pada bagian pendahuluan ini yaitu mengenai crime for corporation, asumsi dini penulis melalui penalaran hukum pada kasus seperti ini pada intinya adalah kegiatan kamuflase atau Body Shimming teruntuk kepentingan golongan atau bahkan pribadi yang mengatasnamakan korporasi dimaksud. Apabila dicocokan dengan corak delik pidana yang dapat disangsikan disini yaitu adanya upaya atau bahkan sudah dalam bentuk tindakan penipuanyang mengatas namakan golongan atau korporasi tersebut walaupun ada prinsip Trusty yang diterapkan oleh korporasi.
Industri di Indonesia memasuki babak baru yang disebut dengan Ekonomi Industri 4.0 (Revolusi Industri) istilah ini diikuti oleh para peneliti dalam berbagai cabang rumpun filsafat pendidikan dan tentu saja tanpa terkecuali cabang Ilmu Hukum. Elitnya penulis melihat bahwa anggapan mengenai dimensi perkembangan pada tipe ini tidak lain dikarenakan oleh karena perkembangan zaman dimana citizenship / masyarakat mulai bergeser kearah kebutuhan yang serba ada. Ekonomi Industri 4.0 dengan mudah dapat kita visualisasikan melalui pengguanaan aplikasi berbasis sistem android (meta data, algoritma, aritmatika,dll), inilah contoh yang mudah untuk dipahami, apabila dilihat dari bagian pengaturan pada aplikasi android tentang “informasi produk” / “mengenai legal” ada beberapa legal notice : copyright © 1983-2017 Appk Inc. All Rights Reserved ini merupakan salah satu contoh trade mark tentang registration dari sebuah android. Contoh lainnya adalah mengenai corporation dan cabang-cabangnya, seperti : Garuda Indonesia Tbk. dan anak perusahaannya Citylink yang kini mulai memajukan pelayanan dalam dunia kedirgantaraan dengan menggunakan sistem terbaru pada maximum service passanger, sehingga memunculkan pengakuan penerbangan internasional melalui Air Operations Certificate (AOC) dan sebagai Unit bisnis strategis (SBU) yang difungsinkan sebagai salah satu alternatif penerbangan bertarif rendah (sesuai evaluasi Pemerintah Indonesia untuk menyesuaikan tarif maskapai penerbangan) dalammetode mendukung percepatan pembangunan di era Ekonomi Industri 4.0 (Revolusi Industri).

II.            Rumusan Permasalahan

Apakah kejahatan dalam lingkungan korporasi telah mendapatkan maximmum punishment , dan sejauh mana perbandingan penerapan hukum yang dapat diketahui dari jurnal ini ?

III.            Metode Penelitian

Penulis memperhatikan terhadap keutamaan dalam ketentuan pokok terkait tiga ilustrasi kasus dimaksud dan sistem pertanggungjawaban korporasi sebagai subyek tindak pidana yaitu : 1. Pengurus korporasi sebagai pembuat maka penguruslah yang bertanggungjawab, 2. Korporasi sebagai pembuat, maka penguruslah yang bertanggungjawab, 3. Korporasi sebagai pembuat dan yang bertanggungjawab.
Ketiga hal inilah yang menjadi fokus penelitian jurnal ini, melalui studi perbandingan hukum dalam literatur yang tersedia di perpustakaan dan sumber bacaan aplikatif melalui android smartphone yang terkandung dalam Telegram Apk. baik tentang metode penelitian kualitatif dan kuantitatif sehingga memunculkan anggapan umum tentang pemanfaatan sarana berbasis ilmu pengetahuan modern (AI / artificial intelligensi) dalam menjawab tantangan ekonomi industri 4.0 yang tidak lain adalah dengan menuntut keterbukaan dan kebaruan, disamping itu prinsip utilitas dapat memposisikan model penelitian normatif semi empiris ini temuan baru di dunia hukum (rechtvinding) dapat diterapkan secara padu konsisten dan tegas. Statuta Approach adalah pedoman utama yang sering penulis guanakan juga dalam berbagai karya ilmiah lainnya yang sifatnya telah teruji. Artikulasi setiap kelompok kata / term  adalah gagasan baru dari penulis agar dapat menyamakan atau bahkan dipersamakan persepsinya dengan peneliti ataupun pembaca dari dimensi pendidikan sosial selain hukum agar tidak tercipta “Contradictio in Terms”.
Untuk diingat bersama Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1955 Tentang Tindak Pidana Ekonomi, Undang – Undang Nomor 11 Tahun 1981 tentang Hukum Pidana, Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika, Undang – Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika, Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Ekonomi. Penyebutan diatas hanya untuk mengingatkan mengenai Lex Apriori derogat Lex Posteriori.
Selain itu dengan bertitik tolak dari rumusan permasalahan yang mempertanyakan Maximmum Punishment serta perbandingan hukum yang akan di fokuskan pada beberapa contoh Peraturan Perundang – Undangan yang didapatkan dari sumber bacaan yang aktual dan teruji, agar kesesuaian, kepaduan secara komprehensive integral dapat dipersamakan bagi kalangan peneliti maupun pembaca untuk membuka ruang pengetahuan sehingga tidak terjadi fraud dan dismping itu untuk membuktikan bahwa penafikan terhadap sifat machtstaat dan sesungguhnya berdasarkan pada rechtstaat.
IV. Diskusi dan Hasil.

Sejauh mata memandang “through the case about Corporation and Crime in it, maka penulis menyampaikan tahapan – tahapan pada pendekatan yang digunakan agar disepakati dan sesuai dengan metode yang seadilnya dibuat pada ketentuan sebelumnya karena dalam asas legalitas ( Due Process of Law ) dinyatakan bahwa terhadap setiap  penanganan permasalahan harus menggunakan ketentuan yang semestinya, terkecuali dalam ketentuan tersebut terdapat unsur pengecualiannya ( opsional ).

 

I.     Pengurus koperasi sebagai pendiri maka pengurus yang bertanggungjawab.

Sistem pertanggungjawaban ini ditandai dengan usaha – usaha agar sifat tindak pidana yang dilakukan korporasi dibatasi pada perseorangan (Naturlijk Person). Sehinga apabila suatu tindak pidana terjadi dalam lingkungan korporasi, maka tindak pidana itu dianggap dilakukan oleh pengurus korporasi tersebut. Sistem ini membedakan tugas mengurus dari pengurus.

Perkembangan terkini mengenai konsep korporasi sebagai subyek tindak pidana yang pada awalnya belum dapat diterima secara logika karena menurut teori fuksi Von Savigny yang megatakan korporasi sebagai subyek hukum tidak dapat diakui dalam hukum pidana karena pada waktu itu Pemerintah Belanda tidak bersedia mengadopsi ajaran hukum perdata kedalam hukum pidana. Berbeda pula dengan anggapan ketentuan bahwa tindak pidana hanya dilakukan oleh manusia adalah pasal 51 WvS Belanda atau pasal 59 KUHP yang berbunyi dalam hal dimana karena pelanggaran (Buku II) ditentukan pidana terhadap pengurus atau komisaris yag ternyata tidak ikut campur melakukan pelanggaran tidak pidana.

Pada abad XIX pandangan dalam hukum pidana selalu disyaratkan ssebagai kesalahan dengan sifat individual terlebih dipengaruh oleh asas societas delinquere non potest / universitas delinquere non potest (badan – badan hukum tidak bisa melakukan tindak pidana atau disisi lain sejarah revolusi Prancis mengatur mengenai pertanggungjawaban secara kolektif dan suatu kota “gilden” (kumpulan tukang-tukang ahli) sehingga muncul keraguan terhadap asas tersebut. Konsekuensi tidak diaturnya korporasi sebagai subyek tindak pidana dalam buku I KUHP (Lex Generalis) diaktualisasikan mengenai pengaturannya dalam Undang – Undang diluar KUHP sehigga sifatnya khusus (Lex Spesialis).

 

II.          Korporasi sebagai pembuat maka pengurus yang bertanggungjawab.

Sistem pertanggungjawaban korporasi yang kedua yang diatur dengan pengaturan yang timbul dalam peraturan perundang – undangan bahwa suatau tindak pidana dapat dilaksanakan oleh perserikatan 1653 KUHPer atau badan usaha (Korporasi), Akan tetapi tanggungjawab untuk itu menjadi beban dari pengurus badan hukum (korporasi) tersebut. Secara perlahan -  lahantenggunngjawab pidana beralih dari anggota pengurus kepada mereka yang memerintahkan, atau dengan larangan melakukan apabila melalaikan memimpin korporasi secara sesungguhnya. Dalam sistem pertanggungjawaban ini, korporasi dapat menjadi pembuat tindak pidana, akan tetapi yang bertanggungjawab adalah para pengurus, asalkan saja dinyatakan secara tegas dalam aturan itu. Memuat ketentuan pemahaman diatas masih dipandang belum cukup pertanggungjawabannya.

Jika memperhatikan sedikit mengenai wilayah hukum (badan hukum yang lebih luas) maka dapat kita contoh dari hukum tata negara yaitu asas praduga rechmatig atau anggapan bahwa setiap tindakan atau perbuatan dari penyelenggara negara selalu dipandang benar. Pada fokus inilah yang harus dibedakan apakah karena struktur korporasi yang dijabat oleh individu ataukah karena fungsional individu itu sendiri melakukan tindak pidana dalam wilayah korporasi sehingga pertanggungjawaban seluruhnya sebagai akibat dari aktifitas korporasi tersebutlah yang menyebabkannya, contoh Undang – Undang yang mengandung sistem kedua ini adalah sebagai berikut :

a.       UU No. 22 Tahun 1957 tentang penyelesaian perselisihan perburuha, pasal 37 ayat 1 berbunyi : “ jika sesuatu hal yang diancam dengan hukuman dalam Undang – Undang ini dilakukan oleh badan hukum atau perusahaan, maka tuntutan ditujukan atau hukuman dijatuhi terhadap pengurus atau pemimpin badan hukum atau perserikatan ini.

b.      UU No. 88 Tahun 1960 tentang penggunaan dan penetapan luas tanah untuk tanaman tertentu, pasal 4 ayat 1 yang menyatakan bahwa tanggungjawab pidana dibebankan kepada mereka yang memberikan perintah dan /atau mereka yang bertindak sebagai pemimpin.

c.       UU No. 2 Tahun 1981 tentang Meteorologi Legal, pasal 54 “ suatu perbuatan kejahatan atau pelanggaran yang berdasarkan UU ini diancam hukuman apabila dilakukan oleh suatu badan usaha , maka hukuman atas tuntutan ditujukan kepada : a) pengurus, apabila berbentuk badan hukum, b) sekutu aktif, apabila berbentuk persekutuan atau perkumpulan orang – orang, c) pengurus, apabila berbentuk yayasan, d) wakil atau kuasanya di Indonesia apabila kantor pusatnya berada diluar Indonesia.

d.      UU No. 3 Tahun 1982 tentang wajib daftar perusahaan pasal 35 mengakui korporasi sebagai pelaku tindak pidana, namun pertanggunngjawaban pidana tetap dibebankan kepada pengurus korporasi atau pemegang kuasa dari badan hukum  itu.

 

III.          Korporasi sebagai pembuat dan bertanggungjawab.

Sistem pertanggungjawaban yang ketiga ini yang merupakan permulaan adanya tanggungjawab langsung dari korporasi, sebagai contoh langsung dari pemikiran ketiga ini :

a.       Pasal 15 UU No. 7 Tahun 1955 (Drt) tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi, pasal 15 ayat 1 berbunyi : jika suatu tindak pidana ekonomi dilakukan oleh atau atas nama suatu badan hukum, suatu perseroan, suatu perserikatan orang, atau yayasan, maka tuntutan pidana dilakukan dan hukuman pidana dan tindakan tata tertib dijatuhkan, baik terhadap badan hukum perseroan, perserikatan atau yayasan itu, baik terhadap mereka yang memberi jaminan melakukan tindak pidana ekonomi itu atau yang bertindak sebagai pemimpin dalam perbuatan atau kelalaian itu, maupun terhadap kedua – duanya.

b.      Pasal 38 UU No. 3 Tahun 1989 tentang Telekominikasi.

c.       Pasal 24 UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian

d.      Pasal 61 UU No. 11 Tahun 1995 tentang Cukai

e.       Pasal 46 UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

f.       Pasal 20 UU No.31 Tahun 1991 – UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Perumusan yang agak berbeda terdapat dalam beberapa Undang – Undang dibawah ini :

a.       UU No. 5 / 1997 tentang Psikotropika & UU  No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika mengatur tentang pertanggungjawaban korporasi langsung dirumuskan dalam ketentuan – ketentuan pidananya, misalnya pasal 75 ayat 4 UU No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika berbunyi “apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan oleh korporasi dipidana denda paling banyak  Rp. 5.000.000.000 ( lima milyyar rupiah )

b.      Pasal 61 UU No. 8 / 1998 tentang perlindungan konsumen mengatakan, penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha / pengurusnya. Sedangkan pengertian pelaku usaha menurut pasal 1 butir 3 Undang – Undang tersebut adalah setiap orang secara perseorangan atau badan usaha, baik berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama – sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

 

Contoh lainnya “seorang setan komputer / hijack (Belanda), melakukan pembajakan terhadap seseorang bernama Kevin Munick yang dituduh menelan milyaran dolar US dengan cara bereksperimen mengakses “nonathorized service and computers”. Penyebabnya karena adanya jaringan internet yang memungkinkan seseorang dengan jarak yang sangat jauh dapat mengakses server ( komputer ) yang merupakan bukan haknya. Sulit untuk melacak sistem komputer / hijack ini karena sangat dibutuhkan keahlian tertentu melalui kordinasi dan prosedur yang rumit antar negara. Juga diketahui bahwa awal tahun 2003, situs – situs besar di Amerika seperti Amanzon.com.corp, Yahoo !.Inc, pernah mengalami  kerugian yang tidak sedikit dari perbuatan hijack tersebut, hal ini tentu saja melanggar ketetuan dari sistem Common Law di negara tersebut. Contoh lain yang dapat diperhatikan disini yaitu seperti misalanya dalam ketentuan pengguanaan aplikasi berbasis website pada link atau situs wikipedia yang merupakan merek dagang dari Wikimedia Foundation. Inc. Abaila kita ingin melakukan kontribusi seperti artikel maka ada beberapa yang dapat terlebih dahulu kita ketahui (seperti Terms of Submit Article) akan tetapi prinsip awalnya yaitu harus mempunyai akun Wikipedia dan yang paling pokok dari hal ini yaitu bahwa penggunaan akun ini semata untuk kegiatan edukasi dan informasi dan bukan untuk kegiatan promosi diri, reklame, dan sejenisnya. Apabila melangarnya maka secara otomatis sistem akan memblokirnya dan mengenakan sanksi sebagaimana yang berlaku di negara yang menganut sistem Common.

Kasus Karla Homolka di Kanada yang sedang disidangkan dan informasi larangan publikasi : “ Mengutip kebutuhan untuk melindungi hak Bernardo atas pengadilan yang adil , larangan publikasi diberlakukan atas penyelidikan awal Homolka. Mahkota telah mengajukan permohonan larangan yang diberlakukan pada tanggal 5 Juli 1993, oleh Tuan Hakim Francis Kovacs dari Pengadilan Ontario (Divisi Umum). Homolka, melalui pengacaranya, mendukung larangan tersebut, sedangkan pengacara Bernardo berpendapat bahwa ia akan dibenci oleh larangan tersebut karena Homolka sebelumnya telah digambarkan sebagai korbannya. Empat outlet media dan satu penulis juga menentang aplikasi tersebut. Beberapa pengacara berpendapat bahwa rumor bisa lebih merusak proses persidangan di masa depan daripada publikasi bukti yang sebenarnya. Akan tetapi, akses publik ke Internet secara efektif membatalkan perintah pengadilan; seperti halnya kedekatan dengan perbatasan Kanada-AS , karena larangan publikasi oleh Pengadilan Ontario tidak dapat diterapkan di New York, Michigan, atau di mana pun di luar Ontario. Wartawan Amerika mengutip Amandemen Pertama dalam editorial dan menerbitkan rincian kesaksian Homolka, yang didistribusikan secara luas oleh banyak sumber Internet, terutama di alt.fan.karla-homolka Usenet newsgroup. Informasi dan rumor menyebar ke berbagai jaringan elektronik yang tersedia bagi siapa saja di Kanada dengan komputer dan modem. Selain itu, banyak rumor internet melampaui rincian kasus yang diketahui. Surat kabar di Buffalo , Detroit , Washington , New York City dan bahkan Inggris, bersama dengan stasiun radio dan televisi perbatasan, melaporkan rincian yang diperoleh dari sumber di persidangan Homolka. Seri sindikasi A Current Affair menyiarkan dua program kejahatan. Orang-orang Kanada membuat salinan The Buffalo Evening News di seberang perbatasan, mendorong perintah kepada Kantor Polisi Regional Niagara untuk menangkap semua orang yang memiliki lebih dari satu salinan di perbatasan. Salinan tambahan disita. Salinan surat kabar lain, termasuk The New York Times , dikembalikan ke perbatasan atau tidak diterima oleh distributor di Ontario. Gordon Domm, seorang pensiunan polisi yang menentang larangan publikasi dengan mendistribusikan rincian dari media asing, didakwa dan dihukum karena melanggar perintah pengadilan yang sah”. Hal yang lebh parah lagi, banyak server yang menyajikan informasi cara membuat Bom Molotov, teknologi terorisme, pornografi, dan bentuk perbuatan lain yang dapat dianggap ilegal. Meskipun secara yurisdiksi Kriminologi misalnya masih harus dipertanyakan, ilegal menurut hukum mana ? seuatu yang ilegal di Indonesia belumtentu ilegal di Australia.

Dari beberapa penelaahan terhadap literatur tentang korporasi saat ini menjadi subyek tindak pidana apabila dilihat dari literatur kriminologi, seperti misalnya kriminologi administrasi dalam pemerintahan dapat diketahui melalui pendekatan hakikat kriminiologi manusia, hakikat kriminologi pemeerintahan,, kriminologi adminastasi, penyebab terjadinya kriminologi (kemiskinan, kebodohan, pergaulan, tempat tinggal, tekanan kehidupan, tekanan sosial, tekanan keluarga, tekanan ekonomi). Kerja sama manusia dalam kriminologi atau bisa dikaitkan dengan ketentuan bahwa jenis crime for corporation, pemikiran manusia dalam kriminologi, tindakan manusia dalam krimminologi, pencegahan kriminologi dalam pemerintahan (upaya Penal dan Non Penal).

Peter A. French seorang pakar etika bisnis mengusulkan ancama publisitas suatu metode menghukum secara kolektif orang – orang yang berada dibawah naungan korporasi dan berperilaku menyimpang ( corporate-collective wrongdoing . Metode ini dianamakan Hester Prynee Sanction, yakni mengganjar orang yang melakukan kejahatan korporasi dengan memanfaatkan efek negatif yang dihasilkan oelh pemberitaan yang intens tentang perilaku yang menyimpang dari korporasi dimaksudkan sesuatu dengan motif permasalahannya. Melalui cara ini, kelompok kolektif di dalam korporasi yang diasumsikan memiliki jiwa bersama ( group mind ) akan merasa malu dan kehilangan harga diri.

II.          Kesimpulan

Kejahatan korporasi atau organized crime (kejahatan  terorganisir) adalah sebuah delik pidana baru yang terus dikampanyekan dan mulai di dorong untuk dipraktekan dalam hukum acara terbarukan sesuai perkembangan hukum nasional dan internasional dalam kebutuhannya.menjadi temuan  hukum falam prakteknya jika berbicara mengenai temuan hukum atau rechtvindingyang bisa dipahami dengan latar belakang kebutuhan dalam badan hukum atau organisasi tersebut dalam perkembagannya. Pemahaman tentang tipe kejahatan seperti ini memenuhi unsur – unsur dari sesuatu ayang dikategorikan sebagai kejahatan karena terdapat pengurus yang merupakan naturlijkpersoon di dalam badan hukum atau oraganisasi tersebut.

Kajian mengenai ini merupakan titik temu yang paling penting dalam menanggulangi segala kecenderungan yang sangat sering terjadi dalam praktek korporasi dan beberapa sistem yang terbentuk di dalamnya. Penulis meyakini setiap kejadian yang mengandung delik pidana dalam praktek korporsi yang dituntut untuk menyesuaikan perkembangan zaman (Ilmu pengetahuan dan teknologi) multi sektor inilah yang kemudian akan menjadi tantangan bagi Pemerintah, akademisi, praktisi, dan peneliti untuk terus memberikan perhatian agar tidak terkena sanksi seperti yang telah diuraikan pada bagian pendahuluan, dan unutuk meminimalkan usaha penal / litigasi yang tidak cukup ekonomis apabila dihadapi.

Kerentanan berikutnya yaitu mengenai harapan penulis agar doktrin yang merupakan salah satu sumber hukum yang dipercara dalam sistem hukum di Indonesia ini sifatnya sebagai preventif bagi pihak penegak hukum ini bukanlah sesuatu yang sifatnya hanya berupa rambu-rambu, akan tetapi dapat bersifat Ius Constitutum. Akhir kata penulis mengharapkan saran dan rekomendasi lanjutan dari para pembaca, selanjutnya penulis membuat fiksi hukum “ if you follow the system you automatically obey to follow the rule of law”.

 

Diselesaikan di

Kupang, 15 Mei 2019

Diperbarui di

Surabaya, 23 Juni 2020

 

Refference :

1.      Prof. Dr. Nindyo Pramono, SH.,MS, Reformasi Yayasan (Perspektif  Hukum & Manajemen), Jogyakarta & Jakarta, 2002.

2.      Prof. Dr. H. Ahmad M. Ramli, SH.,MH, Cyber Law dan HAKI (dalam Sistem hukum Indonesia) Bandung, Oktober 2004.

3.      Dr. H. Setyono SH.,M.H Kejahatan Korporasi ( analisis Viktimologi dan pertanggungjawaban korporasi dalam hukum pidana di Indonesia ), Malang 2005.

Kongres Advokat Indonesia memggunakan AI

https://www.kai.or.id/berita/hukum/23478/terjadwal-mou-dengan-platter-ai-kai-makin-serius-akan-gunakan-kecerdasan-buatan.html